Konsep Zakat Mal

Konsep Zakat Mal
Konsep Zakat Mal

  


Konsep Zakat Mal

 

        Zakat merupakan salah satu pilar utama dalam agama Islam yang memiliki peran penting dalam membangun keadilan sosial dan ekonomi dalam masyarakat Muslim. Zakat mal, atau zakat harta, merupakan kewajiban memberikan sebagian dari harta yang dimiliki oleh individu yang mampu kepada golongan yang membutuhkan.


Baca juga: Hikmah Zakat

 

Zakat Mal: Kebajikan Ekonomi Islam Untuk Keadilan Sosial

 

          Zakat mal merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur kewajiban sebagian harta bagi individu Muslim yang memenuhi syarat tertentu. Syarat-syarat ini meliputi kepemilikan harta di atas nisab (ambang batas tertentu), kepemilikan tersebut telah mencapai haul (lamanya sudah memenuhi syarat tertentu), serta harta tersebut harus di dalam golongan harta yang dikenai zakat menurut syariat Islam. Zakat mal biasanya dikenakan pada harta yang berupa emas, perak, uang, ternak, pertanian, dan perdagangan.


Baca juga: Orang yang Berhak Menerima Zakat

 

1.    Pengertian Zakat Mal

              Mal adalah istilah dalam bahasa Arab yang artinya harta. Pengertian Mal menurut bahasa adalah segala sesuatu yang selalu diinginkan oleh manusia, baik untuk dimiliki, dimanfaatkan maupun disimpan.

    Adapun ditinjau dari istilah syara’, Mal adalah segala macam perbedaan yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat dipergunakan atau dimanfaatkan menurut kelazimannya. 

      Artinya, segala sesuatu baru dapat dikatakan sebagai harta jika:

·         Bisa dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan; dan

·   Bisa dimanfaatkan. Seperti halnya rumah, mobil, uang, emas, perak, keramik, peternakan, hasil pertanian, dan sebagainya.

Jadi zakat mal adalah nama dari sejumlah harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu dengan syarat-syarat tertentu.

 

2.    Kekayaan yang Wajib Dizakati

Kekayaan adalah salah satu bagian dari kehidupan manusia yang wajib dizakati, namun tentu saja tidak seluruh harta benda, tapi ada syarat-syarat dan jenis-jenis hartanya.

Adapun syarat harta yang wajib dizakati antara lain:

a.    Sudah menjadi milik sepenuhnya

Maksudnya, harta tersebut benar-benar merupakan milik pribadi dan berada dalam kontrol atau kekuasaannya secara penuh, di mana harta tersebut dapat diambil manfaatnya secara penuh. Yakni, tidak ada sangkut pautnya dengan kepemilikan orang lain. Yang terpenting adalah, harta yang dimilikinya itu diperoleh dari jalan yang dibenarkan menurut syariat Islam, misalnya dari hasil usaha, warisan, pemberian negara atau pihak lain.


Baca juga: Niat Zakat Fitrah


Jika harta yang diperolehnya melalui jalan yang diharamkan oleh syariat Islam, zakat atas harta tersebut tidak wajib, karena harta itu bukan milik sah dan wajib hukumnya untuk dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.


Baca juga: Konsep Zakat Fitrah


Yang dimaksud dengan harta haram adalah harta yang diperoleh dengan cara illegal, apakah itu mencuri, menipu, korupsi, riba, perjudian, penyelewengan, atau cara-cara lain yang menyimpang dari ajaran Islam. Esensinya, harta itu bukanlah milik, walaupun ada dalam kekuasaannya. Harta seperti ini juga haram untuk disedekahkan, karena Allah tidak menerima sedekah harta kotor, dan tidak ada kewajiban menzakatinya.

 

b.    Harta yang berkembang

Harta tersebut dapat berkembang atau bertambah bila dibisniskan (diusahakan) dan memiliki potensi berkembang. Atau dapat dikatakan bahwa harta tersebut bisa bertambah nilainya, atau sebenarnya harta itu memiliki potensi untuk berkembang tapi didiamkan, dipendam atau ditimbun oleh pemiliknya.

Contoh harta yang dapat berkembang adalah ternak, dagangan, atau hasil bumi dan buah-buahan, dan contoh harta yang berpotensi berkembang adalah emas, harta simpanan, aksesori-aksesori mewah.

 

c.    Cukup nishab

Harta yang dimilikinya mencapai jumlah tertentu sesuai ketetapan syara’, bagi harta yang belum atau tidak mencapai nishabnyam terbebas dari zakat, namun tetap dianjurkan untuk dikeluarkan infaq dan shadaqahnya.

Untuk menentukan nisab, setiap asset cenderung berbeda satu dengan lainnya. Dalam menentukan nisab, harta tersebut sudah lepas dari jumlah kebutuhan pokok sehari-hari, baik untuk kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lain-lainnya.

 

d.    lebih dari kebutuhan pokok

Maksudnya adalah kebutuhan minimal yang dibutuhkan oleh seseorang dalam memenuhi keperluan hidup dirinya dan keluarganya. Jika kebutuhan minimal itu tidak dapat terpenuhi, yang bersangkutan belum dapat dikatakan hidup layak. Jika kehidupannya sudah layak dan memiliki harta simpanan, harta simpanannya itu wajib dizakati.

 

e.    Bebas hutang

Orang yang memiliki harta tidak mempunyai hutang atau terbebani hutang. Jika orang tersebut mempunyai hutang yang nilainya dapat mengurangi nisab yang harus dibayar pada saat mengeluarkan zakat, maka harta tersebut tidak wajib zakat.

 

f.     Dimiliki setahun (haul sesuai kalender hijriyah)

Maksudnya, harta yang dimilikinya itu sudah mencapai waktu satu tahun lamanya berada dalam kepemilikannya. Syarat ini berlaku bagi harta jenis ternak, buah-buahan, dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.

Waktu perhitungannya dimulai dari awal sempurnanya nisab dan harta itu tetap utuh hingga jatuh waktu setahun penuh. Andaikata dalam perjalanan waktunya harta tersebut berkurang dan tidak mencapai hitungan nisab hingga akhir waktunya, maka tidak wajib zakat.

Penentuan nisab ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pengulangan membayar zakat, karena tidak ada pembayaran zakat dilakukan dua kali. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada pengulangan dalam sedekah”. Artinya, tidak dibenarkan harta sejenis yang wajib zakatnya dikeluarkan dua kali. Misalnya, setelah mencapai nisab dan haul, pemilik mengeluarkan zakat, kemudian beberapa bulan kemudian dikeluarkan lagi. Hal ini tidak dibenarkan.

Untuk ketentuan haul ini hanya berlaku untuk asset-aset yang berkembang seperti komoditi komersial, ternak, simpanan, emas, perak, perhiasan, dan lain-lain. Aset-aset lain seperti hasil bumi, buah-buahan, barang tambang, dan kekayaan laut dizakati setelah berkembang sempurna dan mencapai nisab. Artinya, tidak berlaku ketentuan harus nisab setahun.

Hal ini juga beralku bagi harta yang diperoleh karena pemilik baru mendapatkannya, diluar harta kekayaan lain. Atau bukan dari hasil perkembangan harta yang dizakati sebelumnya. Misalnya, seseorang mendapat bonus upah kerja, kompensasi, hibah dan lain-lain. Harta seperti itu wajib zakatnya ketika harta itu diterima. Tentu saja, jika jumlahnya sudah mencapai nisab.

 

3.    Macam-macam Zakat Mal

                Harta bagaikan pisau permata dua. Harta dapat dipakai untuk membangun, memperbaiki, memperindah, membuat semarak, menggembirakan, mengakrabkan dan banyak hal yang sifatnya positif. Sebaliknya, harta juga bisa merusak, merobohkan, mensengsarakan, memutuskan hubungan kekerabatan, pertempuran, pembunuhan, fitnah dan keburukan yang lainnya.

            Islam sebagai agama yang juga menjelaskan segala sesuatu terkait tentang harta. Agar harta itu berlibat dan barakah maka harta itu harus dizakati. Ada beberapa harta yang harus dizakati diantaranya:

a.    Zakat Hewan Ternak

Hewan ternak dinamakan al-an’am karena banyaknya nikmat Allah Swt. yang dianugerahkan kepada hambanya melalui hewan tersebut. Hewan ternak terdiri dari hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba), dan unggas (ayam, itik, burung).

Sebelum masuk dalam pembahasan zakatnya, tidak ada salahnya kita ketahui terlebih dahulu kategori hewan ternak, yaitu :

1)    Hewan ternak lepas, yaitu jenis hewan yang (sehari-harinya/panjang tahun) mengonsumsi makanan yang berasal dari rumput-rumputan liar, daun-daunan, serta sampah tanaman atau buah-buahan yang tidak dibeli (tanpa biaya).

2)  Hewan konsumsi, yakni hewan yang sengaja dibeli untuk dikonsumsi sendiri untuk memenuhi kebutuhan pangan.

3)    Hewan peliharaan, yaitu hewan ternak yang mengonsumsi makanan dari hasil pembelian pemiliknya (dengan biaya).

4)   Hewan pekerja, yaitu hewan yang dimanfaatkan tenaganya untuk tenaga kerja kerbau untuk membajak, unta untuk mengangkut air, sapi untuk memutar roda irigasi, dan lain-lain.

5)    Hewan dagangan, yaitu hewan yang sengaja dibeli untuk dijual kembali, dengan tujuan mencari keuntungan.

6)   Hewan gabungan, yakni tergabungnya beberapa ekor hewan yang dimiliki oleh dua atau lebih pemilik di dalam satu tempat penggembalaan, kandang atau tempat minuman, dengan tujuan mengurangi biaya perawatannya. Ternak seperti ini disamakan dengan milik satu orang dalam perhitungan nisab dan volume zakatnya yang wajib dibayarkan.

Bagi orang yang berusaha menyatukan hewan yang terpisah atau memisahkan hewan yang telah bersatu, dengan tujuan menghindari kewajiban membayar zakatnya atau mengurangi volume zakatnya, adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat agama. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw: “Sesungguhnya kami tidak mengambil zakat dari binatang yang sedang menyusui dan tidak juga memisahkan binatang yang terhimpun serta tidak menghimpun binatang yang terpisah.” (HR Ahmad)

1)    Usia Hewan

a)    Untuk jenis kambing, yang mencukupi syarat zakat adalah telah berusia satu tahun penuh atau dalam istilah umum di Jawa telah kupak.

b)   Untuk sapi jantan atau betina yang telah berusia satu tahun dan memasuki tahun kedua, atau biasa disebut dengan tabi’ / tabi’ah.

c)  Sapi betina yang telah berusia dua tahun dan memasuki tahun ketiga (Musannah).

d)    Unta betina yang telah berusia satu tahun dan memasuki tahun kedua (Bintu makbad).

e)    Unta betina yang telah berusia dua tahun dan memasuki tahun ketiga (Bintu labun).

f)  Unta betina yang telah berusia tiga tahun dan memasuki tahun keempat (Hiqqah).

Unta betina yang telah berusia empat tahun dan memasuki tahun kelima (Jaza’ah).

 

2)    Syarat Zakat Ternak

a)    Sampai haul, usia hewannya sudah sampai setahun.

b) Mencapai nisab, berdasarkan jumlahnya sudah sampai pada ketentuan syariat.

c)    Tidak dipekerjakan, bukan hewan yang sengaja untuk dijadikan tenaga kerja.

d)   Bukan ternak yang cacat dan tua (ompong), jenis hewannya harus sehat, tidak boleh dalam kondisi sakit, apalagi berpenyakit (flu burung, sapi gilam dan lain-lain).

e)    Pembiayaan untuk operasional ternak dapat mengurangi dan menggunakan zakat ternak. (syarat ke-5 dan ke-6 masing-masing ulama berbeda pendapat)

 

3)    Zakat Ternak

Adapun hewan-hewan yang dikeluarkan zakatnya jika :

a)   Hewan ternak yang sengaja diperjualbelikan. Hukumnya sama dengan barang komoditas perdagangan lainnya, bukan jumlah yang dimilikinya. Artinya, zakatnya dikeluarkan bila nilai (harga) nya telah mencapai nisab zakat uang.

b) Untuk hewan ternak, tidak disyaratkan harus mengonsumsi rumput liar (mubah) sepanjang tahun. Maksudnya, zakat diwajibkan atas hewan ternak secara mutlak, baik yang mengonsumsi rumput mubah ataupun makanan ternak yang dibeli. Pendapat ini sesuai dengan pendapat mazhab Imam Malik dan Imam Laits.

c)    Hewan ternak yang berasal dari jumlah campuran beberapa orang dalam satu tempat gembala, minum dan kandangnya bersatu. Jumlahnya dapat mempengaruhi nisab dan volume yang wajib dizakati. Karena hewan ternak seperti ini dianggap seperti milik satu orang, walaupun sebenarnya dimiliki oleh beberapa orang.

d)    Mengenai penggolongan hewan, unta meliputi bukhati, sapi meliputi kerbau, sedangkan kambing meliputi domba dan kambing kacang.

e)   Untuk anak-anak hewan ternak dapat disatukan dengan perhitungan nisab yang mengikuti induknya. Mislanya, jika dalam satu peternakan ada 27 ekor sapi dengan 3 anaknya (sebelum haul), maka ketiga anak sapi itu melengkapi nisab zakat menjadi 30 ekor, dan dikenakan kewajiban zakat.

f)   Untuk hewan yang dipekerjakan, tidak dikenakan kewajiban zakat, sesuai hadis Rasulullah SAW; “Tidak ada kewajiban zakat atas hewan ternak yang dipekerjakan.”

g)  Untuk hewan ternak yang terjual ketika masa pertengahan haul, kemudian hasil penjualannya diberikan lagi hewan ternak lain, dengan maksud tidak untuk menghindari kewajiban zakat, maka perhitungannya dimulai dengan haul baru, karena pada haul pertama secara otomatis gugur. Jadi, hewan ternak baru, perhitungannya baru lagi. Hal ini dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW, “Tidak ada kewajiban zakat atas suatu harta sampai berlalunya haul.”

h)    Menurut pendapat dari Mazhab Hanafiyah, sah hukumnya membayar zakat hewan ternak dari jenis hewan yang dimiliki atau dengan harganya, bukan dengan jumlahnya.

 

4)    Perhitungan Nishab

a)    Nishab dan kadar zakat unta

NISHAB

KADAR ZAKATNYA

5 – 9 ekor unta

1 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih

10 – 14 ekor unta

2 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih

15 – 19 ekor unta

3 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih

20 – 24 ekor unta

4 ekor kambing betina, umur 1 tahun lebih

25 – 35 ekor unta

1 ekor unta betina, umur 1 tahun lebih

36 – 45 ekor unta

1 ekor unta betina, umur 2 tahun lebih

46 – 60 ekor unta

1 ekor unta betina, umur 3 tahun lebih

61 – 75 ekor unta

1 ekor unta betina, umur 4 tahun lebih

76 – 90 ekor unta

2 ekor unta betina, umur 2 tahun lebih

91 – 120 ekor unta

2 ekor unta betina, umur 3 tahun lebih

Catatan:

Jika jumlahnya lebih dari 120 ekor, maka setiap 40 ekor zakatnya 1 ekor anak unta betina umur 2-3 tahun, dan setiap 50 ekor, zakatnya 1 ekor unta betina umur 3-4 tahun.

 

b)    Nishab dan kadar zakat sapi

NISHAB

KADAR ZAKATNYA

30 – 39 ekor

1 ekor anak sapi betina/ jantan, umur 1 tahun lebih

40 – 59 ekor

1 ekor anak sapi betina/ jantan, umur 2 tahun lebih

60 – 69 ekor

2 ekor anak sapi betina/ jantan, umur 1 tahun lebih

70 – 79 ekor

1 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun dan 1 ekor sapi umur 1 tahun

80 – 89 ekor

2 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun lebih

90 – 99 ekor

3 ekor anak sapi betina, umur 1 tahun lebih

100 – 109 ekor

1 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun lebih dan 2 ekor sapi umur 1 tahun.

110 – 119 ekor

2 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun dan 1 ekor sapi umur 1 tahun

120 ekor

3 ekor anak sapi betina, umur 2 tahun atau 4 ekor sapi umur 1 tahun

Catatan:

Jika banyaknya bertambah, maka setiap 30 ekor zakatnya 1 ekor sapi umur 1 tahun, dan setiap 40 ekor, zakatnya 1 ekor sapi betina umur 2 tahun.

 

c)    Nishab dan kadar zakat kambing

NISHAB

KADAR ZAKATNYA

40 – 120 ekor

1 ekor kambing betina

121 – 200 ekor

2 ekor kambing betina

201 – 300 ekor

3 ekor kambing betina

Catatan:

Jika jumlahnya lebih, maka setiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing betina. Untuk domba dikeluarkan yang berumur 1 tahun, sedangkan untuk kambing yang berumur 2 tahun.

 

b.    Zakat Emas dan Perak

Emas dan perak merupakan jenis logam mulia yang sangat berharga karena keelokannya, karena itu sering dijadikan sebagai perhiasan. Bahkan, emas dan perak juga menjadi mata uang. Dalam hal ini, Islam memandang kedua logam mulia ini sebagai harta yang memiliki potensi untuk berkembang. Karena itulah, diwajibkan zakat atas keduanya, baik dalam bentuk uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukuran atau bentuk-bentuk lainnya.

Mata uang yang berlaku pada zaman dulu, masuk dalam kategori emas dan perak, karena itulah apapun jenis dan bentuk simpanan, apakah uang kertas, tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya. Sehingga penentuan nisab dan besarnya zakat harta jenis itu disetarakan dengan emas dan perak.

Sama halnya dengan jenis kekayaan lainnya, seperti rumah, vila, kendaraan, tanah, (dan lain-lain) yang jumlah atau nilainya melebihi keperluan (menurut syara’), atau karena memang dibeli (dibangun) dengan tujuan investasi, menyimpan uang, dimana pada waktu-waktu tertentu dapat dijual (diuangkan), maka wajib hukumnya zakat dengan perhitungan emas dan perak.

Sebaliknya, jika emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, dengan jumlah yang tidak berlebihan, atau sekedar untuk digunakan saja, maka tidak diwajibkan membayar zakatnya.

Ada ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang zakat emas dan perak, yaitu :

1)    Mencapai haul (dihitung setelah haul)

2)    Mencapai nisab, yakni 85 gram emas murni atau 595 gram perak

3)    Besaran zakatnya 2,5%


c.    Zakat Perniagaan

Zakat perniagaan yaitu seluruh jenis harta yang memang untuk diperjualbelikan, baik dalam bentuk alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dan lain-lain. Mengenai wadah untuk jual belinya, atau pengusahaannya bisa dalam bentuk perorangan atau perusahaan, seperti CV, PT, Koperasi, dan lain sebagainya.

Harta perniagaan wajib dizakati sebagaimana sabda Rasulullah Saw.

فِى الْبَزِّ صَدَقَتُهَا (رواه الحاكم)

Artinya: Kaian-kain yang disediakan untuk dijual, wajib dikeluarkan zakatnya (HR. Hakim)

Di dalam kitab Wajiz dijelaskan bahwa haram hukumnya dengan sengaja menghilangkan milik dengan tujuan untuk lepas dari kewajiban zakat. Begitu juga di dalam kitab Ihya’ ‘ulumudin, baginya tidak terlepas tanggung jawabnya di sisi Allah Swt.

Ada enam syarat untuk mengeluarkan zakat perniagaan, yaitu :

1)    Kepemilikan harta perniagaan tersebut dengan cara jual beli.

2)    Disertai dengan niat berniaga di dalam akad jual belinya. Syarat niat ini bertujuan untuk membedakan antara akad perniagaan dengan akad lainnya. Karena, terjadinya tukar-menukar dua harta tidak asaja terjadi pada urusan perniagaan, tapi juga bisa dalam bentuk sewa-menyewa.

3)  Tidak ada niat mengambil manfaat dari harta tersebut. Maksudnya, jika harta perniagaan itu sudah diniatkan untuk digunakan dalam keperluan sehari-hari, maka tidak masuk dalam kategori harta perniagaan yang wajib dizakatkan.

4)    Sudah sampai haul yakni satu tahun Hijriyah (bukan tahun masehi).

5)    Harta tersebut tetap menjadi harta perniagaan.

6)    Sampai pada nisabnya (termasuk di dalamnya barang yang dihitung-hitungkan, barang, uang kas) ketika sampai di akhir tahun, sedangkan perhitungannya disamakan dengan perhitungan zakat emas dan perak.

 

d.    Zakat Perusahaan

Pada prinsipnya, untuk zakat perusahaan ini sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Namun ada sedikit perbedaan dari sisi kolektivitasnya. Karena itu, maka untuk penghitungannya dipakai cara sebagai berikut :

1)   Jika perusahaannya di bidang perdagangan, maka sama dengan aturan zakat perdagangan, yakni sebesar 2,5%.

2)  Jika perusahaannya di bidang produksi, maka zakatnya disesuaikan dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Jadi zakat perusahaan ini dikeluarkan ketika menghasilkan, sedangkan modal tidak masuk dalam hitungan. Kadar zakat yang dikeluarkan 5% atau 10%. Untuk yang 5% dihitung dari penghasilan bersih.

 

e.    Zakat Hasil Pertanian/Perkebunan

Zakat hasil pertanian ini berbeda dengan zakat harta lainnya. Pada zakat pertanian ini tidak disyaratkan terpenuhinya satu tahun, melainkan hanya disyaratkan setelah panen, sebab ia merupakan hasil bumi atau hasil pengolahan bumi.

 

Ada beberapa syarat penunaian zakat pertanian diantanya:

1)  Hasil pertanian tersebut ditanam oleh manusia. Jika hasil pertanian itu tumbuh sendiri karena perantaraan air atau udara maka tidak wajib dizakati.

2)  Hasil pertanian tersebut merupakan jenis makanan pokok manusia yang dapat disimpan dan jika disimpan tidak rusak.

3)  Sudah mencapai nishab. Dalam hal ini, nishab masing-masing jenis hasil pertanian dihitung sendiri-sendiri, bukan gabungan dari jenis yang satu dengan jenis yang lainnya. Misalnya gandum dengan gandum barley.

Hasil pertanian adalah hasil yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang memiliki nilai ekonomis, misalnya biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, bauh-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dan lain-lain.

Hasil pertanian dari jenis biji-bijian atau buah-buahan, nisabnya sebanyak lima wasak atau sekitar 670 kg. jika hasil pertanianya diairi oleh hujan, maka jumlah yang wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 10%, sedangkan jika disiram dengan menggunakan peralatan yang menelan biaya, maka zakatnya 5%.

 

f.     Zakat Hasil Laut dan Perikanan

Seorang nelayan atau perusahaan penangkapan dan pengolahan ikan hasil tangkapan laut untuk dijual, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Nilainya sama dengan zakat perniagaan, yakni 2,5%. Pendapat ini diriwayatkan dari Imam Ahmad (disebutkan dalam kitab Al-Mughni). Tentunya jika hasil tangkapannya itu sudah sampai nisabnya, yakni setara dengan nisabnya mata uang yakni senilai 85 gram emas.

Contoh : Jika hasil tangkapan itu mencapai satu ton, kemudian dijual seharga Rp 4.000.000, maka zakat yang harus dibayarkan adalah : Rp. 4.000.000 x 2,5% = Rp 100.000.

 

g.    Zakat Barang Tambang

Hasil tambang meliputi banyak jenis, misalnya minyak bumi, gas bumi, batu bara, emas, termasuk juga pasir, batu, semen, kapur, dan lain-lain. Karena itulah, maka bagi perseorangan maupun perusahaan yang mendapat kesempatan untuk menambang, wajib mengeluarkan zakatnya dan harus disalurkan ke Baitul Mal (di Indonesia Badan Amil Zakat) untuk kepentingan umum.

Jumlah yang harus dikeluarkan untuk zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilan yang telah dikelola. Untuk zakat hasil tambang, menurut pendapat ulama pada umumnya, tidak disyaratkan haul (setahun), dan kewajiban mengeluarkan zakatnya di saat barang hasil tambangnya sudah selesai diolah.

Sebagian ulama menyatakan bahwa besaran zakat barang tambang yang harus dikeluarkannya sama dengan rikaz yaitu seperlima 20%. Namun mengenai nisabnya ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

Pendapat yang lebih kuat sebagaimana disebutkan oleh Yusuf Qardhawi bahwa rikaz tetap harus memenuhi persyaratan nisab, baik yang dimiliki oleh individu maupun negara. Demikian juga hasil yang dikeluarkan dari laut seperti mutiara, marjan, dan barang berharga lainnya, nisabnya dianalogikan dengan zakat pertanian.

Kategori yang kedua adalah zakat berdasarkan modal dan hasil yang didapat dari modal tersebut. Untuk zakat ini mengikuti persyaratan haul, yaitu berlaku satu tahun.

 

h.    Zakat Harta Rikaz

Harta Rikaz adalah harta yang terpendam di perut bumi dalam kurun waktu lama atau dari zaman dahulu dan biasanya disebut harta karun. Dapat juga disebut Rikaz adalah harta yang ditemukan tapi tidak ada yang mengakuinya.

Dalam hal harta rikaz, para ulama telah sepakat tentang wajibnya dizakati, sama halnya dengan barang hasil tambang. Namun terjadi perbedaan pendapat dalam soal makna barang tambang, barang temuan, atau harta simpanan (kanz), berikut jenis-jenis barang tambang yang wajib dizakati, serta kadar zakat untuk barang tambang dan temuan. Mengenai

Untuk menzakati harta rikaz, tidak disyaratkan mencapai haul, dan kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya adalah ketika harta itu diperoleh. Besarnya zakat rikaz yaitu seperlima atau 20% dari total harta yang ditemukan. Sebagaimana ketentuan dari Hadis Nabi Saw; Dari Abu Hurairah, telah berkata Rasulullah Saw; “zakat rikaz itu seperlima bagian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

i.     Zakat Profesi/Penghasilan

 Di zaman sekarang, begitu banyak profesi yang dijalankan oleh umat muslim, mulai dari pegawai negeri, pegawai swasta, dokter, guru, wartawan, dosen, konsultan, notaries, akuntan, artis, wiraswasta, dan lain-lain. Menurut syara’, penghasilan yang diperoleh dari hasil kerja tersebut wajib hukumnya untuk dizakati.

1)    Penghasilan Tetap

Zakat profesi yang dikeluarkan dari penghasilan (gaji, upah) dari pekerjaan atau profesi yang digelutinya, dengan ketentuan telah mencapai nisab.

2)    Komisi

Untuk komisi yang merupakan perhitungan prosentase keuntungan dari perusahaan kepada pegawainya, maka zakatnya adalah 10%. Hal ini disamakan dengan zakat tanaman (pertanian) dan dikeluarkan tiap kali memperoleh komisi.

Komisi yang diperoleh dari hasil makelar dan broker (calo), digolongkan kepada zakat profesi dengan ketentuan yang sama.

3)    Hadiah/hibah

Sumber perolehannya sama sekali tidak pernah terduga sebelumnya. Karena itu, wajib dikeluarkan zakatnya 20%, hal ini sama seperti barang temuan (rikaz). Sebagaimana hadis Nabi SAW; “Zakat Rikaz adalah seperlima (20%).” HR Bukhari Muslim)

Sementara pendapat lainnya menyebutkan bahwa untuk hadiah dapat digabungkan dengan harta kekayaan yang ada, kemudian dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Yang tergolong hadiah adalah THR, hibah dari pihak lain yang diperuntukkan bagi pribadi. 

4.                   4. Implementasi Zakat Mal dalam Konteks Ekonomi Islam

 

Implementasi zakat mal dalam ekonomi Islam memerlukan kerangka kerja yang jelas dan efisien. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan implementasi zakat mal antara lain:

a.    Pengaturan Hukum yang Jelas

Negara Islam atau lembaga yang berwenang dalam masyarakat perlu menetapkan hukum yang jelas terkait zakat mal, termasuk syarat-syarat, tingkat nisab, dan jenis harta yang dikenai zakat.

b.    Pendekatan Inklusif

Sistem zakat mal harus inklusif dan memperhitungkan berbagai aspek kehidupan ekonomi masyarakat. Hal ini termasuk mengakomodasi variasi dalam kepemilikan harta serta memperhitungkan aspek-aspek khusus seperti pertanian, perdagangan, dan keuangan.

c.    Transparansi dan Akuntabilitas

Penting untuk memastikan bahwa dana zakat mal dikelola dengan transparan dan akuntabel. Lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas pengelolaan zakat mal harus memiliki sistem pelaporan dan pemeriksaan yang ketat.

d.    Pengembangan Infrastruktur Pendukung

 Untuk mengoptimalkan manfaat zakat mal, perlu ada pengembangan infrastruktur pendukung seperti lembaga keuangan syariah, pusat pendidikan dan pelatihan untuk membantu pemberdayaan ekonomi umat, serta lembaga-lembaga amil yang dapat mengumpulkan dan mendistribusikan zakat mal dengan efisien.


Simak Video Hikmah Zakat




0 Response to "Konsep Zakat Mal"

Posting Komentar

Recent Posts