Strategi Dakwah Rasulullah Saw di Madinah |
Strategi Dakwah Rasulullah Saw. di Madinah
Setelah rasulullah berdakwah di Makkah, maka rencana selanjutnya
adalah berdakwah di Madinah. Madinah (Yatsrib) dianggap cocok sebagai lahan
dakwah setelah Makkah. Semua itu didasari bahwa masyarakat Madinah saat itu
adalah masyarakat yang pluralis, multi etnis, suku, dan agama. Selain itu
masyarakat Madinah yang menganut agama Yahudi sudah mengetahui adanya seorang Nabi
terakhir sebagaimana yang terdapat pada kitab mereka.
Baca juga: Dakwah Islam
Awal Mula Dakwah Rasulullah Saw.
Dakwah Rasul diawali dengan mengintai orang-orang Madinah yang
pergi haji ke Makkah. Pada tahun ke 11 keNabian, Rasul mendekati rombongan 6
orang pemuda dari suku Aus dan Khazraj yang berkunjung ke Makkah untuk
melaksanakan haji. Rasulullah menyampaikan ajaran islam kepada rombongan
tersebut di suatu tempat, yaitu Aqabah. Pada pertemuan ini, mereka tanpa Ragu
sedikitpun untuk memeluk agama Islam. Karena memang dalam kitab samawinya,
terdapat ajaran bahwa suatu saat ada nabi terakhir yang menyempurnakan
agama-agama terdahulu.
Baca juga: Tujuan Dakwah
Selanjutnya,
untuk menindaklanjuti perjanjian yang dilakukan di bukit Aqabah, maka
Rasulullah mengutus muballig Mus’ab bin Umair ke madinah untuk mengajarkan
islam. Setelah beberapa hari di Madinah, ia berhasil mengislamkan dua tokoh
terkemuka yaitu: Sa’d bin Mu’az dan Usai bin Hudair dari suku Asyhal.
Keberhasilan rencana dakwah Rasulullah ini terbukti dengan datangnya utusan
dari mubaligh Yatsrib (Madinah) menuju ke Makkah untuk bertemu dengan
Rasulullah sekitar 73 an orang, yang kemudian tercapailah “perjanjian Aqabah
II”. Inti dari perjanjian itu adalah kesepakatan kedua belah pihak untuk saling
melindungi dan membela. Isi Baiat ini adalah: tekad untuk melindungi dan
menolong Rasulullah dan para sahabatnya, serta mengajak Rasulullah untuk
berhijrah ke Madinah.
Baca juga: Macam-macam Dakwah
Dari sinilah,
peluang besar bagi Rasulullah untuk berhijrah ke Madinah. Setibanya di Madinah,
Rasulullah disambut masyarakat Madinah dengan gembira. Karena disambut dengan
baik, Rasulullah memberikan gelar kepada masyarakat islam Madinah dengan
sebutan kaum Anshar (yang artinya kaum penolong. Sedangkan umat islam yang
datang hijrah dari Makkah ke Madinah disebut kaum Muhajirin (kaum pendatang).
Baca juga: Strategi Dakwah Rasulullah Saw di Makkah
Hijrah ke Madinah merupakan awal dimulainya era baru perjuangan Nabi Muhammad Saw. dalam memperluas dakwahnya dan mampu membawa perubahan yang mendasar dalam sejarah pergerakan Islam. Nabi Muhammad Saw. dan pengikutnya dapat menemukan kemerdekaan dalam beragama yang selama ini tidak didapatkan di Mekkah tanah kelahirannya. Di Madinah ini, beliau bertemu dengan orang-orang yang menerimanya bahkan melindunginya dari semua gangguan musuh. Di negeri ini pula beliau ditunjuk sebagai pemimpin politik dan agama melalui Baiat al Aqabah. Dengan kedudukannya tersebut, maka nabi Muhammad Saw. mulai meletakkan asas-asas penting demi kemajuan dakwahnya di Madinah melalui strategi-starategi sebagai berikut:
1. Mendirikan Masjid
Langkah awal yang dilakukan Nabi Muhammad adalah mendirikan masjid sebagai
sentral dakwah dan sosial. Dengan adanya Masjid ini, maka semakin memudahkan Rasul dalam
mempersatukan umat islam dalam suatu wadah yang multiguna. Karena di Masjid
inilah, Rasulullah menciptakan suasana damai, mendekatkan kabilah-kabilah yang
dahulunya berjauhan, dan mempersatukan perpecahan dahulu, serta di Masjid
inilah rencana-rencana pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya
dapat terealisasi.
Masjid yang pertama dibangun Nabi Muhammad Saw. adalah masjid Quba pada sebuah tanah milik
kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail bin amr yang sudah dibeli oleh beliau.
Selanjutnya, beliau membangun Masjid Nabawi. Dengan dibangunnya Masjid-Masjid,
maka orang Islam tidak akan merasa takut dalam
melaksanakan salat. Masjid tersebut selain berfungsi sebagai tempat ibadah,
juga dipergunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan,
sebagai tempat musyawarah, sebagai tempat pertemuan, dan mengadili perkara yang
ada di masyarakat. Ditempat inilah antara kaum muslimin Muhajirin dan Anshar
saling mempererat tali silaturrahmi serta mempelajari islam. Selain itu,
ditempat inilah Nabi Muhammad mengakomodasi segala perbedaan antara kaum
Muhajirin, Anshar, bangsa Arab, Yahudi, dan antar orang Yahudi sendiri.
Setelah mendirikan Masjid, langkah selanjutnya adalah merubah nama kota
yang dahulunya Yatsrib menjadi “Madinah al Munawwaroh” yang artinya kota
yang penuh cahaya terang.
2. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
Langkah
selanjutnya yang dilakukan Rasulullah adalah
menanamkan rasa cinta kasih dalam lintas komunitas masyarakat Madinah terutama
antara kaum Muhajirin dan Anshar. Penduduk Anshar Madinah dengan senang hati
memberikan bantuan tanah garapan untuk dijadikan perkebunan kepada kaum
Muhajirin yang telah meninggalkan dagangan dan hartanya di Mekkah demi untuk
berhijrah bersama Nabi Muhammad Saw. ke Madinah. Inilah kehebatan ajaran Nabi
Muhammad yang mampu mendobrak kekokohan egois yang telah lama bersarang dalam
hati masing-masing kelompok serta menanamkan suatu kepercayaan bahwa
orang-orang mukmin yang benar adalah mereka yang hidup dalam masyarakat tanpa
egoisme dan tanpa saling mengeksploitasi sesama, sehingga tumbuh dengan lapang
dada rasa saling menolong satu dengan yang lainnya dalam menghadapi perasalahan
hidup. Nabi muhammad membangun komunitas yang saling menghormati: orang kaya
tidak meremehkan orang miskin, yang kuat dilarang mengeksploitasi orang yang
lemah dan miskin.
Setelah
mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar, selanjutnya Nabi Muhammad Saw.
menjalin hubungan antara kaum muslim dengan gologan Yahudi Madinah. Jalinan ini
terwujud dalam bentuk perjanjian atau Undang-Undang yang dikenal dengan “Piagam
Madinah” yang ditulis tahun 623M atau tahun ke 2 Hijriyah, diantaranya
berisi:
a. Kaum muslimin dan kaum yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan
menjalankan agamanya masing-masing.
b.
Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak
yang diserang.
c. Kaum muslimin dan kaum yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan
kewajiban untuk kepentingan bersama.
d. Nabi Muhammad Saw. adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk
Madinah. Jika terjadi perselisihan antara kaum muslimin dan yahudi, maka maka
penyelesaiannya dikembalikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai
pemimpin tertinggi di Madinah.
Dengan piagam
ini, maka pembentukan negara demokratis dengan memberikan kebebasan kepada
setiap penduduknya tanpa pandang bulu dapat diwujudkan Nabi Muhammad Saw.
3. Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial untuk masyarakat Islam
Nabi Muhammad Saw. saat pertama
kali di Madinah tidaklah lebih sebagai pemimpin agama (Nabi). Namun, setelah
situasi dan kondisi Madinah dapat dikendalikan, Nabi Muhammad Saw. mulai
menetapkan undang-undang yang berlaku bagi seluruh penduduk Madinah tanpa
terkecuali. Nabi Muhammad Saw. mengawali perjuangan politiknya dengan
mengadakan MOU (Memorandum of Understanding) dengan bangsa Yahudi yang
dikenal dengan nama “Piagam Madinah”. Dalam piagam ini, Nabi Muhammad
mengadakan perjanjian perdamaian dan persahabatan dengan bangsa Yahudi sebagai
bangsa mayoritas Madinah.
Inilah salah
satu perjanjian politik yang memperlihatkan kemampuan Nabi Muhammad Saw. dalam
mengakomodasi dan mengatur segala bentuk pluralisme yang berkembang dalam
masyarakat Madinah yang terdiri dari berbagai etnis, suku, agama, sosial,
ekonomi, dan politik. Perjanjian ini dan perjanjian-perjanjian lainnya yang
dilakukan Nabi Muhammad Saw. mampu menciptakan kehidupan yang damai dan
aman. Ditambah lagi dengan langkah Nabi Muhammad Saw. yang
mengganti Nama kota dari “Yatsrib” menjadi “Madinah” dengan julukan “al
Munawwarah”. Langkah ini menunjukkan keberanian dan kesuksesan Nabi Muhammad Saw. dalam
menyatukan heterogenitas, pluralisme, serta universalisme penduduk Madinah.
Perjanjian ini
pulalah yang menjadikan Nabi Muhammad yang dahulunya adalah pemimpin agama
(Nabi dan Rasul) sekarang menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintah,
yang memiliki kekuasaan mengeluarkan dan menetapkan hukum atau peraturan. Hal
ini berarti Nabi Muhammad Saw. mampu memegang kekuasaan arbitrase serta
menjadi hakim atas segala pertikaian antar kelompok masyarakat di Madinah.
Dengan perjanjian itu pula, kaum Yahudi dan non islam lainnya memperoleh
perlindungan hukum dan keamanan serta memiliki kemerdekaan dalam menjalankan
aktifitas mereka tanpa merasa diganggu oleh kelompok lain yang ada di Madinah.
Dalam bidang
ekonomi, Nabi Muhammad Saw. mulai mengarahkan kebijakan ekonomi pada
bidang pertanian tanpa meninggalkan usaha dalam bidang perdagangan. Berdasarkan
inisiatif tokoh yahudi, Ka’ab bin Ashraf yang menyerahkan tanah miliknya untuk
dibangun pasar, maka mulailah pertama kali pasar dibangun. Kemudian pasar-pasar
sebagai sumber ekonomi mulai ditata berdasarkan aturan ekonomi yang islami
melalui pengawasan dengan tuntunan syar’i, melarang riba dan menipu, serta
menetapkan prinsip suka sama suka. Nabi Muhammad Saw. juga
mengajarkan sistem ekonomi jual beli, musyarakah, mudharabah, dan sebagainya.
Kemudian sumber ekonomi lainnya adalah pajak yang diperoleh dari kaum kafir
dzimmi atas hak-hak yang diperolehnya. Setelah
beberapa kekuatan ekonomi dimiliki kaum muslimin, mulailah ditetapkan aturan
zakat, juga infaq, sadaqah, dan wakaf yang mampu menembus berbagai lapisan
sosial sehingga sarana ekonomi islam mampu dinikmati semua kalangan.
Dalam bidang
sosial, Nabi Muhammad berusaha menciptakan masyarakat baru yang berdasarkan
pada kesamaan keyakinan, seremoni, etnik dan hukum sebagai bentuk komunitas
baru yang dikenal dengan “ummat”. Ummat mempunyai fungsi sebagai sebuah dasar
kerjasama dalam kehidupan politik sosial. Dengan kesatuan ummat ini, Nabi Muhammad Saw. membangun masyarakat tanpa memperhatikan
suku dan golongan, dengan cara memberikan kebebasan untuk beribadah sesuai
dengan keyakinannya masing-masing.
Itulah strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah di Madinah yang semuanya dapat terwujud dengan sempurna. Semoga kita dapat mencontoh segala tindakan Rasulullah. Beragama dengan baik dengan berdakwah, namun tanpa mengabaikan nilai-nilai toleransi terhadap segala perbedaan yang ada di sekitar kita.
Artikelnya singkat, padat, jelas.....
BalasHapus